Rela menerima sesuatu ketentuan Allah walaupun berat dan bersedia menjalankan disebut

Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal utama di luar pembukaan.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. 

Di mata para sejarawan dan sosiolog ternama Barat, Robert N Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia. Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal:

Preambule:

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan Muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.

Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3: Banu 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4: Banu Sa'idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8: Banu 'Amr Ibn 'Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10: Banu al-'Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.

Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.

Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).

Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain.

Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.

sumber : Harian Republika

Kalimat ini adalah tausiyah dan pesan dari seorang sahabat ketika saya akan pergi mengikuti short course di Adelaide. Satu kalimat yang cukup sederhana, namun bisa menjadi penguat dan penyemangat di kala saya merasa tidak mampu dan lelah untuk berusaha. Kalau bicara tentang taqdir, seakan-akan kita tidak kuasa untuk mengubahnya. BENAR kita tidak kuasa mengubah TAQDIR kita, namun TIDAK BENAR kalau kita tidak mampu mengubah HIDUP kita dengan USAHA kita. Hal ini yang sering disalah maknai oleh kebanyakan orang.

—————————————–

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Terkadang kita sulit menerima takdir yang menimpa diri kita, apalagi jika takdir itu berupa kesulitan atau kegagalan… sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi pada diri kita… sesuatu yang menurut pemahaman kita tidak baik buat kita. Pada saat itu, seringnya kita lupa…Allah Sang Pencipta takdir… Sang Pencipta kita… PASTI lebih tahu apa yang terbaik buat ciptaanNya. Kita lupa, Allah SWT telah berjanji …tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya…Laa yukalifuLLahu nafsan illa wus’aha….

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Ketika seseorang menerima takdir yang menimpa dirinya… menerima ketentuan Allah atas dirinya…ridho kepada qodho dan qodar Allah… ia akan ikhlas dan rela menerima apapun yang diputuskan Allah kepada dirinya tanpa syarat, dan menganggapnya sebagai sesuatu kebaikan atau cobaan yang perlu dihadapinya. Ridho merupakan buah dari cinta seorang mukmin kepada Allah. Seseorang yang mencintai seseorang akan menerima semua keinginan dan tuntutan dari yang dicintainya. Keinginan dan tuntutan Allah terdapat dalam Al Qur’an.

Kehendak Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya. Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah.Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari rahmatNya dan kecelakaan yang ditimpakanNya kepada seseorang.

Setelah penciptaan fisik seorang manusia dalam rahim ibunya selama 120 hari, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan menyampaikan 4 perkara: rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan akan menjadi sengsara atau bahagia.Rasulullah mengingatkan bahwa amal perbuatan seseorang selama hidupnya tidak menjamin keadaannya di akhir hidupnya. Semua tergantung pada kehendak Allah. Ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal baik dengan amalan penghuni surga, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni neraka, hingga masuklah ia ke dalam neraka. Sebaliknya ada seseorang yang selama hidupnya senantiasa beramal dengan amalan neraka, hingga jaraknya tinggal sehasta, namun takdir Allah mendahuluinya, lalu ia melakukan amalan penghuni surga, hingga ia pun masuk ke dalamnya….(Hadits arbain ke-4, HR Bukhari Muslim)

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita ….

Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dengan kehendak Allah. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, sambungan ikhtiar demi ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan puncak ikhtiar tidak selalu berhubungan langsung dengan kesuksesan dan keberhasilan. Ada simpul lain yang menghubungkan dengan keberhasilan, yaitu kehendak Allah. Simpul yang tidak diketahui oleh manusia, yang gelap bagi kita semua… Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok … (QS. Luqman:34)

Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan segala sesuatu dengan baik, profesional, tertib, dan penuh semangat. Pada wilayah yang gelap, usaha kita adalah: berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah. Dalam setiap ikhtiar yang kita usahakan, harus kita tutup kalkulasi optimisme dengan kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan.’

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Bagi seorang mukmin, kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahan’ bukan hanya masalah kebergantungan, tapi juga merupakan buah dari pemahamannya terhadap prinsip aqidah Islam … tempat menyandarkan seluruh pengharapan kita. Dari sinilah tumbuh energi tawakal, kepasrahan yang tidak berakhir dengan putus asa, namun pengharapan atas kehendak Allah yang baik atas dirinya dengan senantiasa memilih jalan yang layak, menata segala upayanya, lalu memohon kesuksesan kepada Allah.

Kata ’semoga’ atau ’mudah-mudahah’ membuat kita menjadi lebih bijak menyikapi takdir yang menimpa diri kita. Kita akan lebih bisa memaknai setiap takdir yang menimpa kita dengan: dibalik semua ini, pasti ada hikmahnya. Tidak larut dalam penyesalan yang mendalam… tidak larut dalam perasaan bersalah atas setiap keputusan yang diambilnya… tidak larut menyalahkan takdir… dibalik semua ini pasti ada hikmahnya.

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita …

Yakinlah bahwa setiap takdir Allah untuk kita selalu baik, apapun bentuk takdir itu. Takdir yang baik, tentu baik untuk kita. Takdir yang nampak tidak menguntungkan buat kita, ternyata ada kebaikan yang Allah ’paksakan’ untuk kita…yang tidak kita sadari saat itu.. Yakinlah bahwa Allah mengetahui yang terbaik untuk kita…

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. Allah akan senantiasa menguji seorang hambaNya hingga terlihat siapa yang paling berhak mendapatkan tempat yang terbaik di sisiNya. Ujian diberikan untuk memilih yang terbaik untuk mendapatkan tempat yang terbaik. Perlu stamina yang kuat dan persiapan yang baik untuk dapat menyelesaikan segala bentuk ujian.

Allah telah menyampaikan dalam QS Al Mulk: 2 bahwa Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian untuk melihat siapa yang terbaik amalannya. Dalam QS Al Insan: 2 juga disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia untuk diuji dengan segala perintah dan laranganNya. Namun, Allah tidak membiarkan begitu saja makhlukNya hidup tanpa bekal. Allah mengkaruniakan pendengaran dan penglihatan untuk digunakan manusia menjalani hidupnya… menemukan petunjukNya… menemukan jalan dan pemecahan atas segala permasalahan… menemukan kunci dan penerang untuk lolos dalam ujian hidupnya.

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil yang kita abaikan dari mohon ampunanNya… yang kita semai dan kita tumbuh suburkan… akan menghasilkan buah yang akan kita petik hasilnya. Jika musibah datang beruntun, kegagalan terus menghantui kita, sudah saatnya kita berkaca dan mengoreksi diri. Kotoran atau coreng-moreng apa yang telah menodai perjalanan hidup kita? Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita mencapai kesuksesan? Setelah itu hapuslah kotoran dan coreng-moreng itu dengan taubat dan istighfar.

Ada korelasi yang kuat antara taubat dan istighfar dengan kemudahan hidup. Nabi Nuh as mengajarkan kepada kaumnya:…”Mohon ampunlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan pula di dalamnya sungai-sungai”… (QS. Nuh:10-12).

Ibnu Qoyyim menasihati:

…jika engkau dalam kenikmatan, peliharalah kenikmatan itu… sesungguhnya kemaksiatan bisa menghilangkan kenikmatan… dan ikatlah kenikmatan dengan taat kepada Tuhanmu, karena Tuhanmu Maha Cepat pembalasanNya…

Kenikmatan yang hilang dan berubah menjadi kegagalan merupakan ’buah karya’ kita sendiri. ”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS Asy-syuro:30).

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah cara terbaik untuk meringankan dosa di hari kiamat. Ketika Rasulullah Saw sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda ”… Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu rasa sakit dengan duri atau apa saja, kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”(HR Bukhari). Di antara rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada mukmin adalah dikuranginya dosa mereka di dunia. Musibah, bencana, dan kegagalan yang menimpa, bagaikan air yang menyiram dan mematikan api dosa. Hingga bisa jadi orang yang dosanya banyak, setelah diuji dengan musibah dia tetap beriman, ia akan menghadap Allah kelak dengan beban dosa yang ringan atau tanpa dosa. Sehingga selipkanlah rasa syukur dan tumbuhkan kesabaran atas setiap takdir yang menimpa diri kita, terutama yang berupa musibah. Semoga musibah itu adalah cara Allah untuk meringankan dosa kita yang sudah menumpuk dalam catatan amal hidup kita selama hidup.

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah harga wajib untuk mencapai kesuksesan lain. Ketika di awal usaha kita, kita tidak mendapatkan hasil yang kita inginkan, bahkan gagal mendapatkannya, bisa jadi Allah punya rencana bagi kita untuk memilih usaha lain yang akan mendatangkan hasil yang lebih baik. Kegagalan merupakan langkah untuk mencapai kesuksesan, jika kita terus berusaha dan berdoa. Ketika seorang wanita belum mendapatkan jodohnya karena berbagai hambatan, boleh jadi Allah telah menetapkan jodoh yang lebih baik untuk mendampinginya. Ketika seseorang terus ditolak ketika mencari lowongan pekerjaan, boleh jadi Allah telah memilihkan pekerjaan yang lebih baik untuk dia.

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning pengingat, agar kita lebih banyak berkaca diri. Mungkin sebelum musibah menimpa kita, kita sedang lupa dengan cermin tempat hati mengoreksi diri. Apakah ada goresan-goresan atau titik-titik yang mengotori hati kita. Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa menjadi pengingat bahwa kita harus banyak berkaca diri, mengoreksi diri bahwa dosa kita sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah memberi peringatan dan teguran kepada kita. Sebelum Allah melanjutkan dengan siksa dan azabNya, segeralah bertaubat.

Belajarlah menerima takdir yang menimpa diri kita…

Sebelum kita melangkah… sebelum kita menentukan pilihan, mohonlah petunjuk kepadaNya:

Ya Allah, aku mohon pilihanMu menurut pengetahuanMu
dan aku mohon dengan kekuasaanMu, dan aku mohon karuniaMu yang Agung

Ssesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Kuasa dan aku tidak berkuasa

Engkau Yang Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui,

dan Engkau Maha Mengetahui yang ghaib

Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusanku ini baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta baik akibatnya bagiku (di masa sekarang atau masa yang akan datang), maka kuasakanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku, kemudian berkahilah untukku; dan apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini tidak baik bagiku, di dalam agamaku dan hidupku, serta akibatnya bagiku (di masa sekarang dan masa yang akan datang), maka jauhkanlah urusan ini dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini, dan tentukanlah yang baik untukku di manapun aku berada, kemudian ridhoilah aku dengan kebaikan itu…

Wallahu ’alam bishshowab…al haqqu mirrobbikum falaa takunnana minal mumtarin… …Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu, maka janganlah kita ragu untuk menerimanya…

Jazakillah untuk Saudariku… Ardesia … atas tausiyahnya yang ’menghantui’ setiap langkahku … Aku mencintaimu karena Allah…